4 Tokoh ini Meminta Ujian Nasional (UN) di Hapus

[lihat.co.id] - Banyak yang bilang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini kacau. Mulai dari persiapan ujian hingga pelaksanaan amburadul. UN yang seharusnya dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada 15 April, terpaksa tidak dilaksanakan menyeluruh karena ada sebelas daerah di Indonesia tengah tidak bisa melaksanakan UN serentak.

Pelaksanaan UN di sebelas daerah itu diundur pada 18 April. Celakanya, jadwal harus diundur ke dua kali. Penyebabnya, lagi-lagi karena distribusi soal belum sampai ke lokasi. Misalnya di Samarinda, Kalimantan dan Mataram, Nusa Tenggara Timur.

Karena pelaksanaan kacau, beberapa orang mendesak Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan M Nuh mundur, beberapa lagi minta pelaksanaan UN dihapus saja karena setiap tahun selalu bermasalah Berikut ini 4 Tokoh ini Meminta Ujian Nasional (UN) di Hapus seperti dikutip dari merdeka

1. Anggota Komisi X DPR, Ahmad Zainuddin
[lihat.co.id] - Petama adalah anggota Komisi X Bidang Pendidikan DPR Ahmad Zainuddin. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, setiap tahun pelaksanaan Ujian Nasional (UN) selalu bermasalah. Bahkan pelaksanaan tahun ini dia nilai amburadul, mulai dari proses persiapan hingga pelaksanaan terus bermasalah.

Oleh sebab itu dia merekomendasikan ujian nasional dihapus. Atau, dia melanjutkan, bila pemerintah ingin mempertahankan UN, maka format ujian diganti. Menurut dia, kalau hanya sekedar ingin mengetahui kualitas pendidikan nasional, pemerintah tidak perlu melakukan UN. Pemerintah cukup membuat sampel ujian ke beberapa daerah.

"Saya merekomendasikan UN di hapus. Tapi kalau pemerintah ingin bertahan, format harus diganti. Misalnya menyerahkan pelaksanaan ujian kepada satuan kerja di daerah," kata dia.

2. Koordinator Fitra, Uchok
[lihat.co.id] - Berikutnya adalah Koordinator investigasi dan advokasi lembaga nirlaba Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Ucok Sky Khadafi. Menurut dia program Ujian Nasional (UN) layak ditiadakan sebab selama ini hanya menjadi beban buat siswa-siswi sekolah.

"Evaluasinya agar UN dihapus saja. Ini tidak baik buat generasi SMA-SMP. Cuma bikin stres," kata Ucok kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa lalu.

Apalagi, UN diselenggarakan setiap tahun bukan bertujuan mencerdaskan bangsa. Dia malah menuding pekerjaan itu cuma jadi ajang bagi-bagi proyek.

"Proyek penggandaan dan distribusi soal UN tiap tahun bukan proyek buat mencerdaskan anak-anak sekolah. Tapi ini cuma proyek mendapatkan duit, fee, di DPR maupun kementerian. Proyek ini layak dihapus," terangnya.

3. Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
[lihat.co.id] - Wakil Gubernur DKI Jakarta ini justru berharap tidak ada Ujian Nasional (UN). Alasannya, UN membuat siswa semakin stres. Menurut dia kecerdasan dan disiplin siswa tidak hanya diukur dari ujian, melainkan lebih pada proses belajarnya.

Terlebih, selain membuat siswa stres, UN juga membuat siswa panik. Contohnya muncul kejadian-kejadian lucu, seperti melakukan ritual ke dukun untuk meminta doa. Namun demikian harapan itu adalah keinginan pribadi.?

"Sebagai wagub ya saya harus ikut aturan, tapi sebagai pribadi saya enggak mau UN. Apakah kamu dapat ujian nilai tinggi menjamin karakter kamu bagus, kamu bisa disiplin kerja, kamu orang yang tahan banting, tahan menghadapi kesulitan? Tidak juga," paparnya.

4. Pakar pendidikan, Henry Alexis Rudolf
[lihat.co.id] - Terakhir adalah Henry Alexis Rudolf Tilaar. Menurut dia pemerintah saat ini tidak memiliki komitmen dalam memperbaiki mutu pendidikan Indonesia. Mestinya angin segar reformasi sebagai titik tolak untuk menjadikan pendidikan menuju masyarakat cerdas dan demokratis.

Bahkan pemerintah tidak memiliki konsep jelas dan menyeluruh tentang pendidikan Indonesia ke depan. Henry ini salah satu pakar pendidikan Indonesia yang menolak adanya Ujian Nasional (UN). Bahkan sejak 2006 lalu dia sempat menggugat ke MA.

"Kalau Anda tahu, sejak 2006 saat ujian nasional muncul, saya sudah tidak sependapat. Bahkan saya gugat sampai Mahkamah Agung, tapi keputusannya tidak digubris oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan," kata dia.

Rudolf hanya mempertanyakan tujuan UN? Apakah menghakimi anak atau meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini dua masalahnya, kata dia. Pada 2006, masalah itu menjadi polemik di surat kabar.

"Katanya UN bisa meningkatkan mutu pendidikan nasional, tapi yang terjadi malah memunculkan nilai-nilai negatif dalam pelaksanaan," ujarnya.
Load disqus comments

0 comments